CARING
TEORI CARING DALAM KEPERAWATAN
Perawat merupakan salah satu profesi yang mulia. Betapa tidak,
merawat pasien yang sedang sakit adalah pekerjaan yang tidak mudah. Tak
semua orang bisa memiliki kesabaran dalam melayani orang yang tengah
menderita penyakit. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku
caring atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) .
Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan
cara seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan
dengan orang lain.
Caring dalam keperawatan dipelajari dari berbagai macam filosofi dan perspektif etik .
Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori
caring. Menurut Pasquali dan Arnold (1989) serta Watson (1979),
human care
terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga atau
mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti
dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang lain
untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri .
Watson (1979) yang terkenal dengan
Theory of Human Care, mempertegas bahwa
caring
sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan
penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai
manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh .
Lebih lanjut Mayehoff memandang
caring sebagai suatu proses
yang berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh dan
mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan sifat-sifat
caring seperti sabar, jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel mendefinisikan
caring
sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Artinya
memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan
bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan.
Caring sebagai suatu
moral imperative
(bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang yang
bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan pasien, yang
mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia,
bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas
pendampingan perawatan.
Caring juga sebagai suatu
affect
yang digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati
terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan
keperawatan bagi pasien. Dengan demikian perasaan tersebut harus ada
dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa merawat pasien .
Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa
caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal.
Caring bukan semata-mata perilaku.
Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan.
Caring
juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan
fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan
keselamatan klien (Carruth et all, 1999) Sikap
caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik.
Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Bersikap
caring
untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan
merupakan esensi keperawatan. Dalam memberikan asuhan, perawat
menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan
harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap
caring
sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper,
& Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun
tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan
spirit caring .
Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam.
Spirit caring
bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat
tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya,
setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan
asuhan kepada klien .
Beberapa ahli merumuskan konsep
caring dalam beberapa teori. Menurut Watson, ada tujuh asumsi yang mendasari konsep
caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah
- caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal,
- caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien,
- caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga,
- caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak
hanya saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah
seseorang tersebut nantinya,
- lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk
mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam
memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri,
- caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring
memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai
perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan
membantu klien yang sakit,
- caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).
Watson juga menekankan dalam sikap
caring ini harus
tercermin sepuluh faktor karatif yang berasal dari perpaduan nilai-nilai
humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor karatif membantu
perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat,
kehidupan, dan dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain
sehingga tercapai kepuasan dalam melayani dan membantu klien. Sepuluh
faktor karatif tersebut adalah sebagai berikut.
- Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistic.
Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada
klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan
memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
- Memberikan kepercayaan-harapan dengan cara memfasilitasi dan
meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat
meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan
- Menumbuhkan kesensitifan terhadap diri dan orang lain.
Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga
ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada
orang lain.
- Mengembangkan hubungan saling percaya.
Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap
empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter
yang diperlukan dalam faktor ini antara lain adalah kongruen, empati,
dan kehangatan.
- Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif
klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan
perasaan klien.
- Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan
keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola
pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.
- Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan
asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan
untuk pertumbuhan personal klien.
- Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual
yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan
eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien.
- Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien.
Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke
tingkat selanjutnya.
10. Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar
pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang
seorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat
profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih
mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995).
Dari kesepuluh faktor karatif tersebut, Watson merumuskan tiga faktor karatif yang menjadi filosofi dasar dari konsep
caring. Tiga faktor karatif tersebut adalah: pembentukan sistem nilai
humanistik dan
altruistik, memberikan harapan dan kepercayaan, serta menumbuhkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain (Julia, 1995).
Kesepuluh faktor karatif di atas perlu selalu dilakukan oleh perawat
agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan
keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu,
melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk
lebih memahami diri sebelum memahami orang lain (Nurahmah, 2006).
Leininger (1991) mengemukakan teori “
culture care diversity and universality”, beberapa konsep yang didefinisikan antara lain
- kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai,
kepercayaan, norma, dan gaya hidup antar kelompok yang dapat
mempengaruhi cara berpikir, mengambil keputusan, dan bertindak dalam
pola-pola tertentu;
- keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan dalam arti, pola, nilai, cara hidup, atau simbol care antara sekelompok orang yang berhubungan, mendukung, atau perbedaan dalam mengekspresikan human care;
- cultural care didefinisikan sebagai subjektivitas dan
objektivitas dalam pembelajaran dan pertukaran nilai, kepercayaan, dan
pola hidup yang mendukung dan memfasilitasi individu atau kelompok dalam
upaya mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi sejahtera,
mencegah penyakit dan meminimalkan kesakitan;
- dimensi struktur sosial dan budaya terdiri dari keyakinan/agama,
aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, budaya, sejarah
dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi perilaku manusia dalam
lingkungan yang berbeda;
- care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak
dan konkrit yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan atau
perilaku lain yang berkaitan untuk orang lain dalam meningkatkan kondisi
kehidupannya;
- care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan
dan kegiatan untuk membimbing, mendukung, dan ada untuk orang lain guna
meningkatkan kondisi kehidupan atau dalam menghadapi kematian;
- caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan formal mengenai pengetahuan care
serta keterampilan dan keahlian untuk mendampingi, mendukung,
membimbing, dan memfasilitasi individu secara langsung dalam rangka
meningkatkan kondisi kehidupannya, mengatasi ketidakmampuan/kecacatan
atau dalam bekerja dengan klien (Julia, 1995, Madeline,1991).
Sebagai seorang perawat, kemampuan
care, core, dan
cure
harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan asuhan
keperawatan yang optimal untuk klien. Lydia Hall mengemukakan perpaduan
tiga aspek tersebut dalam teorinya.
Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu.
Core
merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari kemampuan
terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.
Sedangkan
cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan
terapeutik. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara total kepada
klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan (Julia, 1995).
Menurut Boykin dan Schoenhofer, pandangan seseorang terhadap
caring dipengaruhi oleh dua hal yaitu persepsi tentang
caring dan konsep perawat sebagai disiplin ilmu dan profesi. Kemampuan
caring tumbuh di sepanjang hidup individu, namun tidak semua perilaku manusia mencerminkan
caring (Julia, 1995).
Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan
signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
adalah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan
pada bentuk interaksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini
diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi
keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.